Kue Angka 8


Menjadi anak rantauan mendapat kiriman dari rumah adalah sebuah hal spesial, bagi ku. Bukan kali pertama mendapat kiriman untuk ku yang sudah hampir enam tahun di kota ini. Kali ini aku ingin meluapkan kerinduan ku setelah beberapa bulan belum ada kesempatan untuk mengunjungi keluarga ku di kampung, rumah. Ibu ku untuk meluap rindunya beliau mengirimkan bingkisan untuk ku. Bukan hanya untuk ku sebenarnya, berhubung adik-adik ku pun disini jelas untuk kami bertiga saudara disini.

Oleh karena itu, aku memilih menceritakan bingkisan beliau kirimkan ini. Berharap kerinduan ini sedikit terbendung. Kalau kalian seorang perantau tentu sudah biasa dengan satu dus bingkisan dari kampung atau malah lebih dari satu dus.

Berkat sepupu ku pulang liburan kuliah, ibu ku tidak repot-repot untuk ke tempat ekspedisi dikota  lumayan jauh dari kampung kami. Ibu menitipkan bingkisan satu dus untuk kami bertiga saudara kepada sepupu yang akan balik lagi ke ibu kota ini.

Bingkisan Ibu terdiri dari madu alami yang diambil langsung dihutan dekat kebun kami oleh paman ku, dan bebrapa macam cemilan yang Ibu bikin sendiri. Ibu memilih membuat sendiri kudapan/cemilan yang yang dikirim kepada kami. Keripik singkong, kemplang (kerupuk ikan), dan kue angka 8 yang sama sekali tidak pernah absen disetiap bingkisan Ibu.

Kue favorit ku kue angka 8 bikinan Ibu memiliki makna yang dalam, pernah Ibu ku memberitahu aku tentang filosofi kue ini.

Beberapa tahun dulu, dirumah kami akan diadakan yasinan keluarga bulanan dan beberapa keluarga kami datang membantu sebelum yasinan berlangsung yakni membuat masakan dan makanannya. Kami membuat kue angka 8. Tentu aku turut membantu, aku membantu bagian menggoreng.

Sepanjang membuat kue ini pun berbagai guyonan kekeluargaan diantra kamia yang sedang disana tersebut. Kemudian, aku iseng saja melontarkan pertanyaan yang tidak penting juga sih.

Kenapa mesti bentuknya harus angka 8? Toh, bentuknya bisa bulat saja atau angka 1 lebih mudah kan? Pertanyaan ku seperti pertanyaan anak SD saja. Beberapa bibi ku ada yang tertawa dengan pertanyaan. Wah, kukira hanya ditertawakan oleh mereka saja. Ibu ku, yang jago masak ini dengan menyandang predikat 'mak panggung' dikampung kami beliau menjawab pertanyaan iseng ku tadi.

"betul kue ini bisa saja dibentuk mau bulat seperti angka 0 atau 1 yang lebih mudah dari angka 8. Apalagi kadang sudah dibentuk angka 8 oun masih saja bentuknya berubah ketika digoreng karena bentukannya terlepas dari bentuk angka 8. Tetapi, kata nenek-nenek kami dahulu angka 8 angka penaut.bentukan angka 8 ini tidak ada yang terputus. Ketika kita membuat kue ini tentu kita sudah ikhlas untuk membuatnya, kemudian untuk siapa yang akan menerima atau mencicipnya nanti. Nah, biar kuenya tidak bantet, renyah dan manis kita harus menyertai rasa sayang kita untuk mmebuatnya kalau tidak mungkin kue ini bisa bantet dan dalam membentuknya pun begitu. Artinya kue angka 8 ini memiliki makna kasih sayang yang tidak terputus-putus dan menjalin hubungan keluarga yang harmonis, karena sebentar lagi kue ini akan kita hidangkan sebagai kudapan setelah yasinan keluarga. Jelas Ibu, panjang seiring pembuatan kue angka 8 kami hampir selesai.

Oww..masuk akal batin ku. Ya begitu lah filosofi kue favorit bikinan Ibu ku ini. Sungguh, aku merindukannya bukan hanya dari kue ini akan tetapi dari semua cara beliau kepada kami, anak-anaknya.
Bisa ku simpulkan,
Kasih sayang bukan sekedar terbentuk begitu saja atau hanya menyatu tetapi sampai tidak terputus-putus, ter-ada selamanya.

Merindukan mu, Ibu :3


Share:

0 komentar