Renungan : Bumi ku dan aku


22 April 2016

Aku bersyukur lahir di kampung, Desa kimak di Provinsi Bangka Belitung. Berada dialam yang sebenarnya alam, natural. Bersahabat dengan alam, berteman dengan hutan belantara hijau, perkebunan ladang, keragaman flora fauna endemik, air sungai bersih, laut biru, hingga mata air ditengah-hutan yang langsung bisa diminum hanya pegunungan yang tidak banyak ada ditempat kami, bukit si ada.

Ya, kalian sekarang mengenal provinsi kami ini. Karena adat istiadatnya, dan yang beberapa tahun ini lewat karya nya trilogi laskar pelangi oleh penulis hebat kami Andrea hirata, dan kami adalah pulau penghasil timah terbesar didunia.

Saya adalah anak dari seorang penambang timah, alhamdulillah kehidupan ekonomi kami membaik bukan hanya kelurga ku saja kami masyrakat Bangka Belitung. Kami bisa sekolah, kuliah, keluar negri, membeli motor, mobil, membangun rumah dan berbagai usaha yang ada di Bangka Belitung adalah modalnya dari hasil menambang timah, jual beli timah, dan bisnis timah.

Menyatu dengan alam adalah kewajiban bagi kami. Kami berladang, kami menambang dan kami melaut (nelayan). Kami hidup dari alam dan bersama alam.

Pada masa pemerintahan oleh presiden SBY kami mulai diberi izin menambang untuk rakyat kecil. Alhamdulillah, kata kami yang bagian dari rakyat kecil. Sewaktu sebelum SBY yang bisa menambang adalah perusahaan besar saja.

Bangka Belitung pun tetiba bersinar akan kemajuan taraf hidup masyarakatnya. Berlomba-lomba membangun rumah mewah, memiliki kendaraan mewah, penjualan motor seperti jualan kacang kulit apalagi barang dagangan lainnya.

Manusia tak lepas dari keterlenaan hingga alam yang sangat bersahabat menegur dengan lembut-lembut. Banyak korban kecelakaan kerja di lokasi menambang (tertimbun tanah), kemudian air bersih mulai menurun hingga pernah terjadi kekeringan masyarakat membeli air bersih. Tidak sadar lahan siap tanam untuk berladang semakin habis dan ada yang habis sama sekali. Timah salahsatu mineral yang tidak bisa diperbarui atau mineral habis. Secara ilmiah memang tidak akan habis, tapi alam berkata lain.

Menambang bukan hal mudah sekarang bukan hanya peraturan pemerintah oleh presiden atau pergub terbaru untuk penambangan ilegal (masyatakat kecil bukan PT) tidak diperbolehkan/dilarang akan tetapi timah menghilang. Susah menambang timah, timah sudah tak ada kata masyarakat yang biasa menambang.

Kemudian isu pelarangan dan regulasi timah ramai dibicarakan dan terjadi aksi memperjuang hak masyarakat kecil. Tapi tetap alam adil, timah habis saja.

Kemudian masyarakat mulai bangun dari keterlenaannya/tidurnya, sadar bahwa timah sudah bukan lagi harapan saat ini. Kembali lagi dengan pahlawan yang sempat terlupakan yakni berladang lada. Bagi masyarakat yang masih mempunyai lahan untuk berladang ramai menanam lada kembali. Bertani kembali. Alihwal, nenek moyang kami adalah petani, kami pun kembali bertani.

Alam pun masih belu m berdamai, bukan alam pendendam atau marah. Tapi alam menunjukkan kebaikan penyadaran kepada kami. Kembali provinsi kami yang asing dengan hal banjir harus merasakan banjir mendadak yang menggenangi rumah-rumah ditengah kota dan desa. Cuaca pun bukan lagi berbagi rata antara musim penghujan dan panas. Jika hujan ya hujan semingguan dan kalau panas, panas terik yang menyengat.

Semua itu alam menyerap seluruh energi yang manusia berikan, sewaktu kejayaannya lupa akan sahabat baiknya alam yang mendukung. Ini tulisan kenangan kami dengan alam yang amat baik, milik Nya.

Tulisan selanjutnya aku akan menulis hal-hal yang bisa kita lakukan untuk aksi bersahabat kembali dengan alam sehingga kita menyatu dengan alam dan bukan terancam oleh alam. Tulisan ini renungan untuk hari bumi, sehingga hari bumi adalah setiap hari.:D

Share:

0 komentar