Aku tidak marah, Tuhan

Sebuah kalimat "Aku tidak marah, Tuhan" hari ini mengetuk hati yang ku akui aku kurang mengucap syukur maupun cara bersyukur kepada Mu. Kedengkian juga merasuk.

Percakapan ku dengan klien ku hari sungguh mengena dihatiku, ci wawa yang notabene nya sekarang janda satu anak ditinggal mati suaminya 5 tahun yang lalu dan berhidup normal dengan melanjutkan usaha peninggalan suaminya yang  terhenti disaat kehilangan dan pilu yang diratap ci wawa belum juga pulih selama 3 tahun pertama.

Tapi tenggelam dalam ratapan bukan jalan untuk masa depan hidupnya terutama anaknya. Apalagi Ibu nya yang sekarang berusia 86 tahun menjadi tanggungjawabnya pula, bukan karena keadaan ekonomi tetapi berbagi waktu bukan hal mudah dengan kesibukannya separuh untuk usahanya, anaknya dan Ibunya.

Larut dalam pilu bukan penyelesaian apalagi cara melanjutkan hidupnya. Menerima adalah cara ampuh bangkit dari pilu kemudian keikhlasan dari hati.
Saat penerimaan dengan ikhlas disuatu pagi teduh bagi ci wawa dengan hatinya ia berdamai dan berserah kepada Tuhan seraya mengadu dan berdoa "Tuhan, Aku tidak marah dan aku percaya Engkau secepatnya dapat memberi aku karunia lainnya dalam hidupku. Aamiin".

Tentang 'percaya' atau yakin adalah sebuah positive thinking yang mana Tuhan dengan siaga serta bersama apa yang ada disekeliling kita yang turut mengamini. Seperti alam ini bersama Tuhan mengamini.

Hari kedua ramadan ini, aku bermuhasabah diri Ya Rabb. Hati yang penuh dengki ' ketika melihat dan mendengar orang lain mendapat karunia Mu' hati ini iri. Sungguh, aku sadar ini penghalang karunia Mu tiba pada ku. Kemudian meyakini hal baik pasti datang dari Mu, aku akan semakin meyakini Engkau selalu ada dalam pengharapanku walaupun sebesar biji sawi sekalipun. Ya Rahman Ya Rahim, adalah Engkau Ya Allah.

#jurnalRamadhan2

Share:

0 komentar